Bangsa-bangsa Islam di abad pertengahan ternyata sudah punya "komputer
ajaib" yang bisa membantu mengetahui waktu dan posisi benda-benda di
angkasa, membantu dalam pelayaran, mempertahakan keakuratan kalender,
memperkirakan gerhana, bahkan mengukur bumi.
Komputer ini umumnya tidak besar, bentuknya bundar seperti jam saku
dengan diameter 15 cm saja (ada beberapa yang dibuat dalam skala besar).
Astrolab, demikian namanya.
Astrolab / nicolas.brodu.numerimoire.net
Astrolab merupakan peranti astronomi yang paling penting sebelum era
teleskop muncul. Ilmuwan abad pertengahan di Timur Tengah, khususnya
bangsa Islam telah menggunakan alat ini untuk berbagai hal, seperti
tertulis di awal artikel.
Astrolab secara prinsip sebenarnya sudah ada sejak sekitar 150 SM.
Namun, bentuk fisiknya baru muncul kira-kira 400 M. Alat ini menjadi
bagian penting di periode Islam sejak tahun 800 M.
Astrolab terdiri dari sebuah model langit yang tertera pada lempeng
logam melingkar. Di sekliling lingkar luar lempeng logam itu terukir
skala derajat, atau kadang penanda waktu. Jarum penunjuk yang bisa
diputar (alidad) digunakan untuk menentukan ketinggian suatu bintang
ketika peranti ini diangkat setinggi lengan yang teracung. Hasilnya
kemudian terbaca pada ukuran berskala.
republika.co.id
Dengan astrolab ini, penggunannya juga bisa mengenali bintang-bintang,
memprediksi kapan matahari terbit dan tenggelam setiap hari, menentukan
jarak ke Mekah, menyurvei tanah, menghitung tinggi objek, hingga....
berlayar!
Tak heran, bangsa-bangsa Islam masa itu menjadi petualang tangguh baik
di darat atau laut. Lewat merekalah, akhirnya astrolab diperkenalkan
kepada bangsa Eropa melalui Spanyol (Moor).
Meskipun bangsa Yunani dulu sudah meyakini bentuk bumi adalah bulat,
entah mengapa pada perkembangannya bangsa-bangsa di Eropa lebih menerima
pendapat soal bumi yang datar. Mata mereka mulai terbuka setelah
Copernicus dan Galileo-Galilei memberi pembuktian soal bumi bulat.
Padahal dalam Perjanjian Lama, kitab suci umat Kristen sendiri sudah
menulis tentang bumi itu bulat. Demikian juga Quran meyakini bentuk bumi
pun bulat.
Ilmuwan-ilmuwan muslim membukitkan iman mereka dengan penyelidikan lanjut, diantaranya melalui astrolab ini.
Sekitar abad 9 M, saat bangsa Islam menguasai separuh dunia,
naskah-naskah ilmiah seperti karya astronom Yunani Ptolemeus
diterjemahkan ke bahasa Arab. Dinasti Abbasiyah juga mendapatkan
naskah-naskah Sansekerta yang kaya akan informasi tentang matematika,
astronomi, dan ilmu pengetahuan lainnya.
Observatorium juga banyak dibangun di kota-kota tempat peradaban Islam
berada. Di tempat ini, para ilmuwan memiliki berbagai alat paling
canggih masa itu seperti astrolab, kuadran, sekstan, dan jam matahari.
Penetapan Mekah sebagai kiblat mendorong cendikiawan Muslim mempelajari
ilmu falak. Sejak abad 13, banyak masjid dibangun memperkerjakan seorang
astronom profesional (muwaqqit) sehingga bisa menentukan arah kiblat secara tepat. Lagi-lagi, komputer saku astrolab jadi panduan utama.
yolanitaseptiana.blogspot.com
Tidak itu saja, ilmuwan Muslim bisa menentukan tanggal dan hari-hari
raya untuk ibadah berdasar pengamatan pada peredaran bulan dan matahari,
dan mereka juga bisa membantu orang yang akan naik haji merencanakan
rute perjalanan paling efisien ke Mekah.
Ini satu contoh ilmu mutakhir yang hingga kini diakui kebenarannya:
Tahun 1031, Abu Raihan al-Biruni sudah menyebutkan kemungkinan bahwa
planet-planet berotasi mengikuti orbit yang elips, bukan bulat.
Mengukur Bumi
Ekspansi Islam ke berbagai belahan bumi menciptakan pembuatan peta bumi
ini, termasuk pembuatan globe. Para pembuat peta berupaya keras
melakukan pengukuran yang akurat.
Khalifah al-Makmun pernah mengutus dua tim survei ke Gurun Siria
dilengkapi astrolab serta tongkat dan tali pengukur. Dua tim tersebut
berjalan berlawan arah hingga mereka mengamati satu derajat perubahan
ketinggian Bintang Utara. Hasil perhitungan mereka menunjukkan bahwa
jarak yang mereka tempuh sama dengan satu derajat garis Lintang, atau
1/360 keliling bumi.
Monumen astrolab di Dubai / sciencephoto.com
Jadi, setelah dikalkulasi, keliling bumi dari kutub ke kutub adalah
37,369 kiometer. Perhitungan ini sangat mendekati dengan hasil teknologi
modern jaman sekarang, yakni 40,008 kilometer!
Maka kesimpulannya, tak menutup kemungkinan bila peradaban bangsa Islam
saat jaya dulu menyebar hingga ke ujung-ujung bumi, dan bahkan (boleh
jadi) sampai ke Amerika.
Sumber: